Tasawuf dan Mistik

 Tasawuf dan Mistik merupakan dua istilah yang berbeda. Hanya pada aspek tertentu 

memang terdapat kemiripan ada beberapa aspek yang dapat diamati diantaranya pengertian, 

sumber, objek dan tujuan dari masing-masing kajian tersebut. Ibrahim Basyuni menjelaskan 

bahwasannya Tasawuf dibagi menjadi beberapa tingkatan jika dilihat dari perseptif yaitu al-

badiyah, al-mujahadah dan al-madzat.

Pertama, al-bidayah (pemula), yaitu secara fitri (sifat) manusia sadar bahwa tidak dapat 

menguasai dirinya sendiri sehingga muncullah dorongan untuk mendekati-Nya, arti tasawuf ini 

diungkapkan oleh Ma'ruf al-Karkhi, "mencari yang hakikat dan terlepas diri dari apa. yang ada di 

tangan makhluk. Barangsiapa yang belum bersungguh-sungguh dengan kefakiran, maka berarti 

belum bersungguh-

sungguh dalam bertasawuf". Kedua, al-mujahadah, merupakan unsur 

perjuangan. Definisi tasawuf ini seperti diungkapkan oleh Abu Muhammad al-Jurairi, bahwa 

tasawuf merupakan "masuk ke dalam akhlak yang mulia dan keluar dari semua akhlak yang 

hina'' . Kemudian yang ketiga, al-madzaqat, memiliki arti bahwa seorang sufi telah mampu 

mengatasi segala hambatan untuk mendekati realitas mutak. Definisi ini seperti diungkapkan 

oleh asy-Syibli, bahwa "tasawuf ialah seumpama anak kecil di pangkuan Tuhan". Juga ungkapan 

Al-Hallaj, "tasawuf merupakan kesatuan dzat". 

Berbagai pengertian ini pada bermuara kepada satu titik, yaitu terjalinnya hubungan 

antara Allah Swt. dan hamba-Nya dalam mengabdikan diri kepada-Nya, yaitu dengan jalan dan 

metode penyucian "hati"; menjaganya dari berbagai penyakit dan hasilnya adalah hubungan yang 

baik dan harmonis antara seorang hamba dengan Sang Pencipta itu sendiri. Jadi, seorang sufi 

adalah orang yang telah disucikan hatinya oleh Allah Swt. dan membuat hubungan antara dia 

dengan Sang Penciptanya sesuai dengan ajaran yang benar sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Sementara sumber tasawuf-menurut jumhur ularna- adalah Al-Quran, Al-

Sunnah, dan tradisi-tradisi yang berkembang seiring sejalan dengan dinamika Islam melalui 

tokoh-tokoh sufi teladan, tasawuf pun harus senantiasa berjalan bersama dengan Al-Quran dan 

Al-Sunnah sebagai sumber utamanya, dan tradisi-tradisi yang berkembang di dalam Islam 

sebagai pengkayaan akan nilai-nilai ketasawufan. Jika ditemukan pemahaman dan pengamalan 

(praktik) tasawuf yang menyimpang dari sumber-

sumber tersebut, akan ditolak. Tasawuf adalah 

kajian yang masuk pada olah rasa (psikis). Oleh karena itu, yang menjadi objek kajian tasawuf 

bermuara kepada wilayah batin (dzawqy). 

Pengertian Mlistik berasal dari bahasa Yunani yang artinya rahasia (geheim), serba 

rahasia (geheimzinnig), tersembunyi (verborgen), gelap (donker), atau terselubung dalam 

kekelaman (in het duister gehuld). Berdasarkan arti tersebut mistik sebagai sebuah paham, yaitu 

paham mistik atau mistisisme merupakan paham yang memberikan ajaran yang serbamistis 

(ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serbarahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung 

dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui, atau dipahami oleh orang-orang tertentu 

saja, terutama sekali penganutnya. Menurut De Kleine WP., kata mistik .berasal dari bahasa 

Yunani myein yang artinya menutup mata (de ogen sluite) dan musterion yang artinya suatu 

rahasia (geheimnis)

kecenderungan paham mistik, materi ajarannya didasarkan aspek-aspek keagamaan 

(terkait dengan tuhan dan ketuhanan) dan aspek non-keagamaan (tidak terkait dengan Tuhan 

ataupun ketuhanan). Di samping itu, ajaran yang dikonsepsikannya juga terkesan subjektif, 

karena tidak ditemukan pedoman dasar yang universal dan otentik. Oleh karena itu, paham 

mistik selalu bersumber dari pribadi tokoh utamanya sehingga paham mistik itu tidak ada yang 

sama antarapaham mistik yang satu dengan yang lainnya, meski berbicara tentang hal yang 

sama. Inilah yang kemudian, pembahasan dan pengalaman ajarannya tidak dapat dikendalikan 

atau dikontrol dalam arti yang semestinya. Biasanya, tokoh dalam paham mistik sangat 

dimuliakan, diagungkan bahkan diberhalakan (dimitoskan, dikultuskan) oleh penganutnya,' 

karena dianggap memiliki keistimewaan pribadi yang disebut karisma.

Abu al-Wafa' al-Ghunaimi at-Taftazani mengutip pendapat William James, seorang ahli ilmu 

jiwa Amerika, mengatakan bahwa kondisi-kondisi mistisisme atau tasawuf selalu ditandai oleh 

empat karakteristik yaitu kondisi dimana pemahaman (noetic) bagi para penempuhnya ia  merupakan kondisi pengetahuan serta dalam kondisi tersebut tersingkaplah hakikat realitas yang 

baginya merupakan ilham, suatu kondisi yang mustahil dapat dideskripsikan atau dijabarkan. 

Sebab, ia semacam kondisi perasaan (states of feeling), yang sulit diterangkan pada orang lain 

dalam detail kata-kata seteliti apa pun, kondisi yang cepat sirna (transiency). Dengan kata lain, ia 

tidak berlangsung lama tinggal pada sang sufi atau mistikus, tapi ia menimbulkan kesan-kesan 

sangat kuat dalam ingatan. Suatu kondisi pasif (passivity). Dengan kata lain, seorang tidak 

mungkin menumbuhkan kondisi tersebut dengan kehendak sendiri. Sebab, dalam pengalaman 

mistisnya, justru dia tampak seolah-olah tunduk di bawah suatu kekuatan supernatural yang 

begitu menguasainya.

Dalam konteks modern seperti sekarang ini, paham mistik kiranya menjadi pilihan alternatif oleh sebagian 

besar masyarakat perkotaan (urban). Hal ini terjadi disebabkan adanya beberapa alasan, antara lain sebagai 

berikut. Kurang puas yang berlebihan, bagi orang-orang yang hidup beragama secara bersungguh-sungguh 

merasa kurang puas dengan hidup menghamba kepada tuhan menurut ajaran agamanya yang ada saja. Rasa 

kecewa yang berlebihan. Orang yang hidupnya kurang bersungguh-sungguh dalam beragama atau orang yang 

tidak beragama merasa kecewa sekali melihat hasil usaha umat manusia di bidang science dan teknologi yang 

semula diandalkan dan diagungkan ternyata tidak dapat mendatangkan ketertiban, ketenteraman, clan 

kebahagiaan hidup. Malah mendatangkan hal-hal yang sebaliknya. Mereka "lari" dari kehidupan modern 

menuju ke kehidupan yang serbasubjektif, abstrak, dan spekulatif sesuai dengan kedudukan sosialnya. Mencari 

hakikat yang sebenarnya, orang yang ingin mencari hakikat hidup sebenarnya juga ada yang terjebak bahwa 

kebenaran hanya akan didapat dari pengalaman mistiknya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tujuan 

dari paham mistik adalah dapat bersatunya seorang hamba dengan Tuhan. Perbedaan dari tasawuf dan 

mistik ialah diantara hanyalah ketidakinterprestasi atas pengalaman itu sendiri, terdapat pula 

perbedaan tujuan tasawuf maupun mistisme. Persamaan dari keduanya tertanam dari cara setiap 

sufi atau mistikus untuk mengungkap dirinya, dengan kata lain pengalaman dirinya yang bersifat 

subjektif.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tarikh Tasyri' dari era Globalisasi

Teologi Harun Nasution